Wudhu berbeda, SESAT ?
Senin, 12 Agustus 2013
1
komentar
Mengapa saya
perlu memberi judul yang dibilang ekstrim? Hal ini tidak lain karena seringnya saya membaca artikel-artikel yang
sifatnya memprovokasi, menghasut, mengadu domba bahkan menyatakan suatu mazhab
itu sesat tanpa mengetahui dengan jelas dan pasti apa alasan dan dalil mereka
melakukan dengan cara keyakinan mereka bahkan sampai mengkafirkan pengikutnya.
Oleh karena itu
berikut adalah fardhu-fardhu wudhu
berdasarkan kelima mazhab. Memang terdapat beberapa perbedaan antar mazhab,
tapi bukan berarti sesama kaum muslim saling kafir mengkafirkan. Hal ini dikarenakan pemahaman tiap orang akan suatu ilmu memiliki perbedaan, tergantung dari situasi dan kondisinya.
Di beberapa
tempat mungkin saya memberi keterangan “kasus”, maksudnya adalah beberapa hal
yang mungkin diperlukan sebagai tambahan, jika ada kejadian yang di luar
kondisi normal yang perlu dilakukan pembahasan. Namun tidak semua tempat,
karena keterbatasannya ilmu yang saya miliki.
Berikut
fardhu-fardhunya,
- Niat
Semua mazhab (Hanafi, Syafi’i, Maliki, Hambali, dan Imamiyah) sepakat
bahwa niat adalah termasuk salah satu fardhu dalam berwudhu dan tempatnya pada
waktu melaksanakan wudhu itu.
- Membasuh muka
Membasuh muka artinya mengalirkan air pada muka. Ia wajib satu kali saja.
Batasnya dari tumbuhnya rambut hingga ujung dagu.
Syafi’i : Wajib membasuh
sesuatu yang di bawah dagu.
Maliki dan Imamiyah : Batasnya
seluas ibu jari dan telunjuk.
Mazhab lainnya : Batasnya dari
anak kuping kiri ke anak kuping kanan.
- Membasuh kedua
tangan
Semua sepakat, membasuh kedua tangan sampai sikunya sebanyak satu kali
adalah wajib.
Empat mazhab : Wajib adalah
membasuhnya, sedangkan mendahulukan yang kanan dari yang kiri dan dimulai dari
jari-jemari adalah lebih utama.
Imamiyah : Wajib dimulai dari
siku dan batal bila sebaliknya dan wajib mendahulukan tangan kanan dari tangan
kiri.
Bagi imamiyah, hal ini berdasarkan pada ijma’ atau kesepakatan para ulama
yang dikuatkan oleh riwayat-riwayat ahlul bait. Dengan menafsirkan kata ila pada kalimat wa aydikum ilal marafiq yang diartikan dari tidak dengan pengertian sampai.
- Mengusap
kepala
Hambali : Wajib mengusap semua
kepala dan dua telinga.
Maliki : Wajib mengusap semua
kepala tanpa telinga.
Hanafi : Wajib mengusap
seperempat kepala, tetapi cukup dengan memasukkan kepala ke dalam air atau
menuangkan air di atas kepala.
Syafi’i : Wajib mengusap
sebagian kepala, sekalipun sedikit. Tetapi cukup dengan membasahi atau menyiram
sebagai pengganti dari mengusap.
Imamiyah : Wajib mengusap
sebagian dari depan kepala dan cukup dengan sangat sedikit sepanjang bisa
dinamakan mengusap kepala, tetapi tidak boleh membasahi atau menyiramnya. Wajib
menggunakan sisa basahan wudhu, jika menggunakan air baru maka batal.
Kasus : Jika menggunakan surban
Hambali : Boleh dengan sebagian
surban berada di bawah dagu.
Hanafi, syafi’i, dan maliki :
Jika ada udzur di bolehkan, namun jika tidak maka tidak boleh.
Imamiyah : Tidak boleh.
- Dua kaki
Terdapat perbedaan yang jelas pada hal ini antara empat mazhab (syafi’i,
maliki, hanafi dan hambali) dengan imamiyah, yaitu perbedaan antara mengusap dan
membasuh. Perbedaan ini adalah bersumber dari pemahaman ayat 6 surat Al-Maidah :
“Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki”.
Empat mazhab : Wajib
membasuhnya sampai mata kaki sebanyak satu kali.
Imamiyah : Wajib mengusapnya
dari ujung jari-jemari sampai pada mata kaki.
Imamiyah berpegang pada kelayakan gabungan (athaf) kalimat arjul saat
dibaca wa arjulakum dengan kedudukan
(mahal) kalimat bi-ru-usikum yang keduanya merupakan maf’ul dari kalimat wamsahu
yang berarti uasplah. Sehingga kedua kalimat baik ru-us kepala dan arjul
kaki, sama-sama diprintahkan untuk diusap, bukan dibasuh (dengan adanya
perintah usap pada kedua kaki tersebut).
Kasus : Jika menggunakan sepatu
dan kaos kaki.
Empat mazhab : Dibolehkan
mengusap sepatu dan kaos kaki sebagai pengganti dari membasuh dua kaki.
Imamiyah : Tidak
diperbolehkan. Namun jika terdapat luka yang akan menambah parah luka tersebut
apabila terkena air, maka diperbolehkan mengusap di atasnya.
- Tertib
Imamiyah, syafi’i, dan hambali
: Wajib tertib sekaligus syarat sahnya wudhu.
Hanafi dan maliki : Tidak
wajib tertib, boleh dimulai dari dua kaki dan berakhir di muka.
- Muwalat
Maksudnya adalah berurutan antara yang satu dengan yang lain apabila
telah selesai dengan segera.
Imamiyah dan hambali : Wajib
muwalat. Tambahan bagi imamiyah, tidak sampai kering anggota yang di basuh sebelum
melanjutkan ke anggota sesudahnya. Jika sampai kering, maka batal wudhunya dan
wajib memulai lagi.
Hanafi dan syafi’i : Tidak
wajib muwallat, hanya di hukumi makruh jika tidak memiliki udzur. Jika memiliki
udzur, maka hilang kemakruhan itu.
Maliki : Diwajibkan hanya bagi
orang yang berwudhu dalam keadaan sadar, dan tidak ada tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa ia tidak sadar, sebagaimana jika ia membasuh muka kemudian
lupa membasuh kedua tangannya, atau air yang akan dipergunakannya untuk wudhu
habis, maka jika ia mengikuti keyakinannya berarti ia telah melakukan sesuatu yang dibangun atas dasar
keyakinannya, sekalipun telah lama.
Demikian artikel tentang fardhu-fardhu
wudhu berdasarkan kelima mazhab, semoga dengan sedikit penjelasan dari saya
tidak membuat para pembaca bingung bahkan mengatakan ajaran mazhab lain sesat
dan mengkafirkan penganutnya.
Baca Selengkapnya ....